MABA, CH- Untuk menamba ilmu pengetahun, para siswa tidak hannya ditutuntun belajar di dalam kelas. Mereka juga harus dibimbing untuk ke luar dar kelas untuk melihat secara langsung apa yang telah mereka pelajari. Seperti yang dilakukan oleh para siswa di SMA Negeri 3 Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara.
Puluhan siswa yang terdiri dari, Kelas X IPS 1 dan X IPS 2, Rabu (8/9/2021) kemarin melakukan ekspedisi ke sejumlah situs sejarah yang ada di Desa Bicoli, Kecamatan Maba Selatan. Diantaranya, Makam Sultan Zainal Abidin dan Lolos Wouso (Sebuh Gunung Benteng Pertahanan Sultan Tidore).

Aton Bagaskara Jafar, Guru Sejarah SMA Negeri 3 Haltim ke cerminhalmahera.com menjelaskan, ekspedisi ini dilakukan untuk menambah wawasan peserta didik tentang sejarah dan budaya local, serta menghindari kekeliruan memahami diri Sultan Zainal Abidin yang dimakamkan di Desa Bicoli.
“Ada sebagian orang yang tidak membedakan antara Sultan Muhammad Zainal Abidin dan Sultan Zainal Abidin Syah. Keduanya memang Sultan Tidore, tetapi hidup di waktu yang berbeda, cuman kadang orang salah memahami, dan mengira bahwa yang mempunyai makam adalah Sultan Zainal Abidin Syah yang memerintah di tahun 1946-1956. Dengan kekeliruan dan kurang kenalnya peserta didik akan tokoh penting yang pandai berdiplomasi dan lihai dalam pertempuran ini, maka dengan kegiatan ini kita perkenalkan dan berikan pemahaman yang baik,” jelas Aton.
Kegiatan ini dimulai dengan berziarah ke Makam Sultan Muhammad Zainal Abidin. Mereka juga membersihkan kondisi makam yang penuh dengan dedaunan kering dan tumbuhan liar yang tumbuh di sekitar makam.
Selanjutnya disampaikan hal-hal penting tentang Sultan Muhammad Zainal Abidin, dan dilanjutkan dengan perjalanan ke Lolos Wouso yang merupakan pusat pemerintahan dan pertahanan di masa Sultan Nuku, Muhammad Zainal Abidin, dan Kaicili Muhammad Jamaluddin.
Lanjut Aton, ekspedisi ini dilakukan tidak terlepas dari penilaian warga Bicoli. Ada yang menyampaikan harapan dan keinginan agar ritual di tempat situs sejarah yang sering dilakukan para pendahulu seperti, famemo, famtili (ritual) serta ritual lainnya dapat dilakukan setahun sekali.
“Agar menjadi aktifitas yang mudah dijumpai, sekaligus sebagai pengenalan kepada generasi baru, karena ditakutkan bakal hilang,” ujar Anton.
Sementara itu, Siribon Ela Ela, selaku pengarah pada ekspedisi ini, berharap agar lima Pemerintah Desa (Bicoli, Kasuba, Momole, Sil dan Sowoli) dapat membangun rumah tempat berobat yang menyimpan batu hitam sekaligus dibuatkan satu kamar lengkap dengan WC untuk orang sakit.
“Harapan saya pemerintah desa bisa bangun fasilitas penunjang di areal lolos wouso ini,” harapnya.