Haltim Dalam Heroik Politik Oligarki Dan Krisis Ruang Hidup Masyarakat

Penulis: Rusmin Hasan Ketua SEPRA Haltim

Dekade ini, kita dihadapkan pada pesta demokrasi serentak pekan kemarin kita melaksakan demokrasi mulai dari pilres, pileg, dan dekade kedepan tahun 2020 masyarakat Haltim akan dikostruktifka pola pikir kepolitik sebab tahun-tahun kedepan kita akan melaksakan pesta demokrasi pemilihan Bupati dan wakil bupati. Akan tetapi kian hari meningkatnya demokrasi lokal kita rakyat terus mengalami problem kesejahteraan yang tak kian dipenuhi secara paripurna. kembali ditampilkan pada ruangan publik akar rumput masyarakat halmahera timur didalam mengambil jalan dinamika perkembangan politik dekade ini, tentunya agenda politik demokrasi pada hakekatnya merujuk kepada isu politik lokal yang kian marak, yang menghiasi dinamika konstalasi politik saat ini.

Dalam kajian habituasi politik, ketika terjadi peralihan sistem pemerintahan sentralistik bermuara ke sistem pemerintahan desentralisasi pun kian mempengaruhi wacana perkembangan politik lokal. Semenjak bergulirnya desentralisasi asimetri murni menjadi kebangkitan politik lokal dalam menentukan kebijakan publik maupun suksesi politik di tingkat lokal.

Hal ini tentunya menandakan pemanfaatan kekuasaan dalam arena politik lokal. Pada akumulasi kapital dan formulasi distribusi kekuasaan elit lokal untuk melanggengkan oligarki bisnis politik terhadap relasi kuasa yang terbentuk dalam struktur politik Halmahera Timur.

Kalau kita jejaki secara seksama catatan demokrasi politik lokal haltim, berdasarkan wacana yang berkembang dari berbagai jajak pendapat. Hal ini menegaskan kepada kita bahwa deretan kalkulasi elit dalam politik lokal menangkap kekuasaan dan konsentrasi politik untuk mempengaruhi sumber sumber politik didalam melanggengkan kekuasaan pribadi dan kelompok.

Fenomena seperti ini sering di jumpai di setiap suksesi politik lokal, sehingga klaim itu lebih mengadopsi kuasa kekayaan kalangan elit dalam membentuk kemenangan politik elitis (politik oligarki sehingga mengabaikan kepentingan publik karena ada kontrak politik sepihak yang di bangun dari awal.

Dalam teori sumber kekuasaan, elit lokal merujuk kepada sebuah sistem kekuasaan oleh sekelompok aktor, yang menggunakan seperangkat politik kuasa dengan kapasitas sumber sumber material.Sehingga kadang bersebrangan dengan kepentingan akar rumput masyarakat, sebab lebih mengupayakan profit bisnis politik.

Dalam sistem oligarki elektoral halmahera timur seorang kontestasi politik yang ingin mendapatkan kemenangan pada suksesi politik lokal, harus mendapatkan dukungan finansial dari elit besar untuk memasok dana politik. Hal ini tentunya menyebabkan posisi tokoh politik secara psikologis di peras oleh kontrak politik yang mencekik. Sehingga menyelewengkan seperengkat norma ataupun aturan hukum yang berlaku.

Menurut hemat saya, bahwa, hal ini tak bisa di pungkiri lagi, bahwa pertarungan elit dalam politil lokal cenderung mendesain dan membuat ketidakpastian hukum. Memainkan peranan vital tokoh politik lokal untuk meredistribusi kekayaan yang telah di wakafkan untuk setiap hajatan politik yang berlangsung.

Sehingha suksesi politik lokal pada dasarnya di kemudi oleh kepentingan elit (politik Oligarku) kecenderungan-kecenderungan seperti ini sampai saat ini masif di jaga dan di pelihara. Marketing politik, cos politik , siapa yang muncul sebagai pemenang dalam politik lokal, membeberkan kenyataan untuk memukimkan kekuatan elit lokal memobilisasi kehendak politik di tingkat daerah sehingga semua hal akan dihalalkan demi merebut kekusaan (Machiaveli).

Ancaman Krisis Perampasan “Ruang Hidup” Rakyat Halmahare Timur

Melihat fenomena dan kasus yang muncul, maka krisis ekologi atau perampasan ruang hidup di haltim merupakan ancaman dan dipastikan akan menimbulkan dampak bagi keberlanjutan kualitas kehidupan manusia secara ekologis, ekonomi, sosial dan budaya rakyat. Ancaman krisis yang dimaksuda diantaranya :

Pertama, bencana ekologi disertai bencana alam yang akan mengancam keselamatan kehidupan sekitar 102 desa Dampak bencana ekologis ini dapat ditunjukkan dengan krisis rawan pangan karena gagal panen, kekeringan di musim kemarau, terbatasnya ketersediaan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga, peningkatan emisi, keterbatasan lahan, terancamnya ketersedian perumahan, sandang dan keberlanjutan kesehatan, kemiskinan dan berujung malapetaka kematian.

Kedua, krisis ekologi telah berdampak pada semakin meluasnya sengketa dan perampasan ruang hidup, agraria dan lingkungan hidup. Dari catatan data statistik 2017, sepanjang tahun 2011, rata-rata sengketa lingkungan hidup dan konflik sumberdaya alam di setiap kabupaten Halmahera timur  mencapai 30-an kasus. Jika diakumulasi maka diperkirakan sekitar 720 kasus sengketa/konflik ruang dan lingkungan hidup terjadi di tahun 2011. Hampir sekitar 80%, konflik ruang dan lingkungan hidup memiliki kaitan erat dengan konflik agraria/pertanahan. Perkawinan sengketa ruang agraria dan lingkungan hidup terjadi di seluruh kawasan halut, halteng, halbar, taliabu bahkan kehaltim dan sekitarnya.

Ketiga, ancaman konflik dan perampasan“ruang hidup” ekologi adalah terjadinya kriminalisasi terhadap warga/rakyat sebagai korban. Dalam kebanyakan kasus dan sengketa ruang dan lingkungan hidup yang ada, warga sebagai pihak korban harus berhadapan langsung dengan pengusaha dan pemerintah di pihak lainnya. Ancaman kriminalisasi diawali dengan tindakan represif, intimidasi, intervensi dari aparatus negara dan pihak pemodal/pengembang usaha terhadap warga yang memperjuang lingkungan hidup yang sehat.

Keempat, krisis ekologis juga secara kualitatif berdampak pada kualitas kesehatan manusia itu sendiri. Kualitas kesehatan akan berpengaruh pada angka harapan hidup dan kematian manusia. Ada korelasi yang nyata antara kualitas lingkungan hidup yang sehat dengan tingkat harapan hidup manusia itu sendiri. Hal ini ditunjukan oleh meningkatnya kasus gizi buruk di masyarakat yang berujung pada kematian.

Kelima, krisis ekologi berdampak pada konflik/sengketa sosial di masyarakat, selain sengketa rakyat dengan pengusaha dan pengurus negara. Dari pengalaman penanganan kasus ruang dan lingkungan hidup, konflik/sengketa sosial berupa pertengkaran antar keluarga, tetangga, masyarakat, masyarakat adat di lokasi-lokasi yang berkasus. Bahkan konflik sosial di masyarakat berujung kematian dan punahnya nilai-nilai kearifan lokal dan adat istiadat masyarakat.

Dari sekian rentetan problem sosial krisis ruang hidup dihalmahera timur ngaris pemerintah dari tahun ketahun seakan diam & tak ada langka-langka progres. Mereka hanya menjadikan rakyat sebagai tameng politik (oligarki) sehingga rakyat halmahera timur dekade ini bahkan tahun” sebelumnya mengalami krisis ruang hidup dan identitas keraifan lokal serta krisis ekonomi yang kompeleksitas. Padahal kalau kita tengok usia haltim sudah mencapai 17 tahun, usai yang sudah tumbuh dewasa akan tetapi kompetisi pesta demokrasi selalu menjadi skema para pengusaha untuk melanggeng kekuasaan. Menurut hebat saya negeri ini, mengalami ketidak kepastian kesejahteraan maka akan menujuh negeri totariterisme, sebab peminpin sebuk dengan urusan kekuasaan akan tetapi mengabaikan kepentingan umat rakyat haltim” harapan saya kepada seluruh generasi muda kita tak bisa hanya diam melihat kondisi dekade ini, bangkit dan melawan sebab mundur adalah bagian dari penghiatan. Semoga kedepan negeri yang kaya SDA-nya bisa menjadi negeri makmur, damai dan sejahtera.

Show More
Back to top button