Masalah Tapal Batas, Kadis DPMD Tikep Angkat Bicara

Kadis DPMD Tikep, Hamid Abdullah

TIDORE, CH – Sengketa tapal batas antara Desa Tului-Toseho di Kecamatan Oba Kota Tidore Kepulauan yang berakhir dengan pemalangan jalan Sofifi-Weda ini, membuat Kepal Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), Hamid Abdullah angkat bicara. 

Kepada wartawan, Hamid menjelaskan, pemasangan patok di areal Pohon Durian oleh Walikota Tikep, Capt. H. Ali Ibrahim bersama pihak Kesultanan Tidore pada,  Rabu (27/11) sudah tepat karena berdasarkan aspek sejarah. Dengan demikian walikota mengambil kebijakan yang didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 45 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa BAB IV Tentang Permasalahan Penyelesaian Batas Desa Pasal 19 ayat 1 tentang penyelesaian secara musyawarah atau mufakat tidak tercapai, maka penyelesaian perselisihan ditetapkan oleh bupati atau walikota.

“Persoalan tapal Batas Desa Tului Dan Toseho ini sudah berlangsung sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2018 yang difasilitasi oleh tiga camat yang memimpin kecamatan Oba yakni Muhlis Tawari, Iskandar Halil dan Halid Tomaidi, namun dalam pertemuan yang sudah dilakukan berulang kali tapi tidak juga menemukan kesepakatan bersama, bahkan sudah dibentuk tim Sembilan dari masing desa tersebut tetapi hasilnya juga tetap sama dan belum menemukan titik terang, maka dari itu perlu ditindaklanjuti melalui Permedagri Nomor 45 Tahun 2016 Pasal 19 ayat 1,” jelas Hamid di ruang kerjanya, Kamis, (28/11) kemarin.

Hamid kuga tidak sependapata dengan pernyataan Kepala Desa Tului yang mengatakan Pemkot Tikep mengikuti kemauan dari Desa Toseho. “Kalau Kades Tului bilang penetapan tapal batas itu mengikuti kemauan Desa Toseho, sesungguhnya tidak juga, karena kemauan Desa Toseho itu bukan di Pohon Durian melainkan di jembatan yang dekat dengan Desa Tului,” tuturnya. 

Lebih lanjut, Hamid menambahkan dalam penetapan batas desa tersebut selain didasarkan pada pertimbangan adat melalui sejarah, juga didasarkan pada pertimbangan dari setiap hasil rapat yang dilakukan sejak tahun 2010 hingga 2019 dengan melihat dokumen-dokumen pemekaran, peta dan masukan dari kedua belah pihak. “Sehingga apabila ada warga atau pemerintah desa yang merasa tidak puas dengan keputusan Pemerintah Kota, maka bisa ditempuh ke Pengadilan untuk diselesaikan secara hukum,” pintanya. 

Hamid menambahkan, penetapan tapal batas ini  dipahami oleh sebagian warga Tului, bahwa nantinya akan menghilangkan hak ekonomi (Kebun) mereka yang masuk dalam wilayah Desa Toseho. “Padahal sesungguhnya tidak begitu, karena tapal batas ini hanya memperjelas soal kewilayaan secara administrasi dan kependudukan, tidak menghilangkan hak warga terkait dengan kepemilikan tanah maupun adat di areal tersebut,” tutupnya. (Red)

Reporter: Musa Abubakar

Show More
Back to top button