HALTIM, CH- Keinginan PT. Priven Lestari untuk beroperasi dalam wilayah Kecamatan Buli, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara tampaknya tidak berjalan mulus. Pasalnya, perusahaan tambang nikel ini mendapat penolakan dari Pemerintah Desa bersama warga setempat.
Penolakan ini disampaikan lewat rapat bersama pihak PT. Priven Lestari yang berlangsug di Aula Kantor Camat Maba, Selasa (22/3/2022). Pertemuan yang dimediasi oleh Pemerintah Kecamatan setempat ini juga mendapat penolakan langsung dari Karang Taruna se Kecamatan Maba yang ikut hadir dalam rapat tersebut.
Penolakan ini dilakukan karena dinilai dampaknya akan membahayakan kehidupan warga. Sebab wilayah tambang di areal Gunung Wato-wato itu jarah dengan pemukiman warga kurang lebih 1,5 kilo meter.
“Pertemuan ini bukan baru pertama kali, namun sudah berulang kali, dan hasilnya tetap kami (masyarakat) menolaknya, begitu juga pada saat pembuatan Amdal di Ternate pada tahun 2018, itu pun tidak ada kesepakatan dan tidak ada satu pun Kepala desa, Karang Taruna, Camat serta semua peserta yang hadir tidak setujuh dan tidak tanda tangan, untuk menyutujuinya,” tegas Viktor shere, salah satu peserta rapat.
Menurut Viktor, Amdal milik PT. Priven Lestari ada yang tidak beres dan tidak sah. Karena dalam isi Amdal tidak diketahui nama sungai dan nama suku yang tinggal dalam areal perusahaan. Dia menduga dokumen Amdal itu bukan asli, melainkan kopi paste.
Daniel Boway, selaku peserta rapat juga dengan tegas menolak kehadiran perusahaan tersebut. Sebab menurutnya, meskipun perusahaan belum beroparasi, saat ini warga sudah mulai merasakan dampak banjir seperti yang dirasakan oleh warga di Dusun Watileo Desa Geltoli.
“Ini yang harus kita pikirkan, maka dari itu PT. Priven kami tolak,” tegasnya.
Dari hasil penolakan ini, Kalap Susu, selaku Toko Masyarakat Desa Sailal meminta agar dibuatkan berita acaranya, agar dikemudian hari tidak ada yang saling menyalahkan antara sesame warga. Sebab dirinya takut, penolakan yang disuarakan itu hanya berlangsung di saat pertemuan.
“Jangan sampai dalam pertemuan ini semua menolak, tetapi di belakang sana ada yang mau PT. Priven Lestari beroperasi, ini akan jadi konflik baru antara masyarakat, maka sapa yang bertanggung jawab, maka dari itu PT. Priven Lestari tidak bisa beroperasi,” ujar Kalap.
Pertemuan ini ikut menarik perhatian dari Alfano Susu yang juga selaku anggota DPRD Haltim. Dalam rapat tersebut Alfano menyampaikan bahwa, penolakan terhadap PT. Priven Lestari ini sudah beralngsung sejak 2018. Namun, pihak PT. Priven dengan taktiknya, mendatangi warga dari rumah ke rumah untuk meminta tanda tangan persetujuan agar PT. Priven bisa beroperasi.
“Maka dengan dasar itulah Amdal di keluarkan,” kata Alfano.
Untuk itu, Alfano yang selalu ngotot soal penolakan itu menyarankan agar dilakukan pendataan terhadap warga yang menolak dan yang menerima perusahaan. Ini yang harus dilakukan agar ada dasar jika dikemudian hari terjadi sesuatu saat perusahaan beroperasi. Alfano menambahkan, sosialisasi yang dilakukan pihak PT. Priven selalu pada momen politik.
“Jangan terpancing, karena ini bukan masalah politik tetapi masalah kehidupan dan ketentraman dan kenyamanan masyarakat kecamatan Maba,” ujarnya.
Sementara itu, Alfin Lois Salasa, selaku Senior Gioligis PT, Priven Lestari menyabutka, Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Priven Lestari seluas 4900 Ha, namun yang dimanfaatkan hanya 500 Ha. Sebelum melakukan produksi kata Alfin, terlebih dahulu pihak perusahaan melakukan penelitian terhadap dampak yang akan terjadi, yakni polusi udara, sungai, laut dan lingkungan.
Alfian mengaku, persoalan penolakan ini sudah berlangsung lama, dan belum ada penyelesaian oleh pihak manajemen yang lama. Maka dirinya yang diutus baru satu bulan di Kecamatan Maba untuk menyelesaikan persoalan yang ada, justru mendapatkan hal yang sama.
“Maka dari itu, selaku perwakilan PT. Priven, atas penolokan ini saya minta ada persetujuan di atas kertas agar saya dapat menyampaikan ke menajement atas hasil pertemuan ini,” ujarnya.
Dia menambahkan, IUP tidak lagi dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi, melainkan langsung dari pihak kementrian. Sehingga apabila ada penolakan dari masyarakat, maka dengen sendirinya perusahaan akan mundur dengan senidirinya.
Menanggapi hal ini, Camat Maba, Johannis Tahalele memerintahkan kepada para kepala desa bersama karang taruna untuk menanyakan langsung ke masyarakat di masing-masing desa tentang terima atau tidak dengen menggunakan formulir.
“Agar dengan dasar itu sebagai acuan ke pihak PT. Priven Lestari dan pemerintah,”tukasnya.
Kesimpulan akhir dari rapat tersebut, dibuat surat pernyataan penolakan PT. Priven Lestari untuk melakukan produksi di Gunung Wato-wato.
Reporter: Nehemia Bustami
Editor: Suhardi Koromo