Walikota Tikep Ajukan 3 UU HKPD ke Banggar DPR RI

Ali Ibarahim

JAKARTA, CH- Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) dan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), Rabu (6/6/2022) mengikuti rapat dengar pendapat dengan Badan Anggaran DPR RI.

Ada beberapa usulan atau keluhan yang dilontarkan dari ketua Apeksi maupun Apkasi. Dalam pertemuan tersebut, Ali Ibrahim yang juga Ketua Apeksi Komisariat Wilayah (Komwil) VI Apeksi ikut menyampaikan tiga usulan.

”Ya ada tiga usulan yang saya sampaikan ke Banggar DPR RI, sebelum rapat saya juga sudah melakukan pertemuan khusus dengan wali kota wilayah timur,” kata Ali saat rapat dengar pendapat umum dengan Banggar DPR RI.

Pertama, kata Ali, dalam UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) disebut dana alokasi umum (DAU) untuk membiayai SPM atau enam urusan wajib. Padahal, lanjut Wali Kota Tidore Kepulauan itu, daerah dibebani dengan 32 urusan ditambah urusan penunjang yang lain.

”Yang kami pertanyakan, bagaimana alternatif dan skema pembiayaan untuk urusan sebanyak itu yang dilimpahkan ke daerah, seharusnya urusan yang dilimpahkan itu perlu didukung dengan pembiayaan yang wajar dan rasional,” jelasnya.

Kedua, formulasi DAU dalam UU ini menggunakan basis unit cost juga variable untuk mendukung adalah luas wilayah dan jumlah penduduk. Bagaimana dengan indikator daerah kepulauan wilayah yang punya luas laut lebih besar dari daratan. Seharusnya dibuat klasterisasi bagi daerah kepulauan dan non-kepulauan.

Ketiga, kewajiban sharing anggaran kepada desa sangat merugikan bagi daerah kota yang punya desa.

”Wilayah kami kota, tapi punya desa. Kelurahan ada 40 dan desa 49, tapi kewajiban kami memberikan 10 persen ke desa sesuai dengan UU Desa, rasanya menurut saya belum adil, bagaimana dengan kelurahannya. Kami mohon solusinya bagi daerah yang punya desa dan kelurahan,” terangnya.

Sementara Ketua Apeksi Bima Arya mengungkapkan seluruh Apeksi dan Apkasi menyambut baik adanya UU HKPD. Namun, ada beberapa dampak negatif dan positifnya. Untuk dampak negatif contohnya pajak kos-kosan dihilangkan yang bisa berdampak pada hilangnya sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Selain itu pajak parkir tarif turun dari dari 30 persen menjadi 10 persen. Bima mengungkapkan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) nilai jual objek pajak tidak kena pajak naik dari Rp 60 juta menjadi Rp 80 juta. Keadaan tersebut membuat PAD yang diterima berkurang karena tarifnya masih sama 5 persen.

”Pajak bioskop tarif turun dari 35 persen menjadi 10 persen berdampak juga pada pengurangan PAD,” ungkap Bima.

Meski demikian, Bima menegaskan, ada juga dampak positif yang bisa langsung dirasakan dari adanya UU HKPD, khususnya bagi para Apeksi. Ia menjelaskan dampak positifnya seperti pajak hotel yang tarifnya sama 10 persen dan ditambah objek pajak jasa sewa apartemen dan kondominium.

Ada juga pajak restoran tarif sama 10 persen tetapi ditambah kejelasan definisi usaha katering sehingga bisa memberikan kepastian hukum. Pajak reklame tarif sama 25 persen dan ditambah kejelasan pajak reklame berjalan sehingga bisa memberikan kepastian hukum.

”PBB-P2 tarif naik dari 0,3 persen menjadi 0,5 persen. Namun kenaikan ini tidak akan serta merta menambah PAD karena pendapatan masyarakat menurun akibat pandemi,” tutur Bima.

Musa Abubakar

Reporter: Musa Abubakar
Editor: Suhardi Koromo

Show More
Back to top button