Sambut Kapal Latih Spanyol Dengan Megah, Tugu Pendaratan Juan Sebastian Di Tikep Jadi Tempat Sampah

Tuguh Pendaratan Bangsa Spanyol di Kelurahan Rum Yang Terabaikan (Foto: Musa CH)
TIDORE, CH – Kedatangan replika kapal latih Spanyol, Juan Sebastian de Elcano di Kota Tidore Kepulauan (Tikep), Sabtu (27/3/2021) disambut dengan acara yang sangat waow. Sayangnya, acara yang megah itu dinilai mengkerdilkan situs sejarah Spanyol lainnya di Tidore.
Salah satunya adalah, monumen pendaratan Juan Sebastian de Elkano di Kelurahan Rum Balibunga. Munumen yang merupakan bukti sejarah perjalanan Juan Sebastian de Elcano dan kawan-kawan mengelilingi dunia pada 500 tahun lalu, dan mendarat di Tidore pada 8 November 1521.
Saat ini, kondisi munemen yang terletak di depan PLTU Kota Tikep itu sangat memprihatinkan. Pintu masuk ke monumen yang terbuat dari kayu mulai rusak. Cat tembok pagar mulai memudar. Parahnya lagi, bagian fisik monumen yang memuat sedikit perjalanan Juan Sebastian de Elcano dengan Bahasa Spanyol, Indonesia dan Inggris itu telah retak. Tampak terlihat juga, disekeliling monumen banyak sampah berserakan.
Iswan Wahab, Pemuda Rum ini
mengatakan, Sabtu 28 Maret kemarin merupakan hari bersejarah bagi Kota Tidore, dimana Kapal Latih Juan Sebastian de Elcano tiba diperairan Pulau Tidore, dengan tujuan memperingati 500 tahun hubungan antar kesultanan Tidore dan kerajaan Spanyol dalam perdagangan rempah-rempah. Perayaan ini juga membuktikan bahwa kedekatan erat antara Spanyol dan Tidore pada masa lampau.
Hiruk pikuk dan kemeriahan perayaan dan penyambutan kedatangan ini menjadi optimisme akan adanya perubahan. Perayaan ini juga menandakan masyarakat dan pemerintah telah berani membuka diri dengan siapa saja untuk kembali berkolaborasi dalam pengembangan daerah.
“Namun kenyataan di lapangan berbanding terbalik dengan dibiarkannya monumen bersejarah pendaratan Spanyol di kelurahan Rum Balibunga yang semrawut dan tidak terurus. Banyak sampah yang berserakan di sekitar monumen menjadi potret buram bersamaan dengan penyambutan kedatangan kapal Juan Sebastian de Elcano,” kata Iswan, Senin (29/1/3/2021).
Lanjut Iswan, hal ini menunjukan bahwa, Pemerintah Kota Tikep, selaku tuan rumah belum sepenuhnya bekerja secara optimal. Betapa tidak, posisi monumen yang berada di titik masuk Kota Tikep ini merupakan bukti fisik yang nyata pendaratan pertama Spanyol di Tidore.
Di lain sisi kata Iswan, akan muncul pertanyaan. Tidak terurusnya monumen dikarenakan monument tersebut bukan sebuah bukti fisik sejarah yang nyata tentang keberadaan Spanyol.? Hingga diabaikan dan tidak terurus.
“Jika seperti itu dugaannya, maka monumen tersebut mending ditenggelamkan ke laut Tanjung Rum biar ikut tenggelam dikenang sejarah bersamaan dengan tenggelamnya kapal Trinidad,” kesalnya.
Tak hanya sampai di situ, kedatangan kapal replika, Juan Sebastian de Elcano akhir pekan kemarin juga menyisihkan pilu dan luka terhadap beberapa komunitas dan masyarakat adat. Betapa tidak, wilayah Kelurahan Rum yang merupakan tempat pendaratan Juan Sebastian de Elcano pada ratusan tahun yang lalu, tidak diindahkan sama sekali pada momen kemarin.
Perjalan kapal tersebut hanya menapaki ke wilayah perairan Tanjung Mareku dan terakhir berlabuh di perairan pantai Tugulufa. Sementara Pelabuhan Rum dilewati begitu saja, tanpa ada arakan atau bunyian penghormatan dari kapal Elcano.
“Menangis memikul luka ketika itu dilihat oleh para tetua, adat yang ada di Rum. Dikarenakan Rum merupakan wilayah sentra perdagangan saat itu. Maka secara tidak langsung Rum selalu di intimidasi dan digeneralisasi, hingga semua yang ada hanya menjadi potret buram dalam perkembangan dan pembangunan di Kota Tidore Kepulauan,” ujarnya.
Baginya, hal tersebut tidak terlepas dari peranan petinggi pemerintah dan ego wilayah yang selalu mengarahkan pembangunan berada pada wilayah selatan Kota Tidore Kepulauan, dan pembelokan sejarah yang selalu didengungkan hingga saat ini.
Keberadaan pemerintah sebagai pemangku kebijakan sudah semestinya mampu melihat realitas yang konstruksional untuk diatur arah kebijakannya hingga ada keseimbangan dalam pembangunan. Selain itu, pihak kesultanan diharapkan harus objektif dan mampu menapaki setiap jejak cerita dan perjalanan kewilayahan Kesultanan Tidore.
“Harus adanya penjelasan dari pihak kesultanan akan kondisi dan polemik kewilayahan Rum ini,” tegasnya.
Menurut Iswan, Secara de facto buktinya ada di Kelurahan Rum tapi kenapa pelaksanaanya di Mareku. Bukti fisik yang otentik sampai sekarang untuk kedua wilayah hanya ada di wilayah Rum.
“Kami juga desak segera mendorong dibuatnya cerita kampung untuk dibukukan dalam buku yang terkait dengan sejarah agar mencegah terjadi penyelewengan sejarah,” ujarnya. (Red)
Reporter: Musa Abubakar