Ini Penjelasan Akademisi Soal Tuguh Juan Sebastian Di Tikep Yang Menjadi Polemik

Lokasi Tuguh Juan Sebastian di Kelurahan Rum (Foto: Musa CH)


TIDORE, CH- Bangunan Tuguh atau Monunen, Juan Sebastian de Elcano di Kelurahan Rum Kecamatan Tidore Utara, Kota Tidore Kepulauan (Tikep), kembali menjadi polemik. Pihak akademisi dari Universitas Khairun Ternate akhirnya ikut angkat bicara.

Monumen yang melukiskan sedikit kedatangan sebuah kapal yang dinahkodai Juan Sebastian de Elkano, Pengeliling Dunia asal Bangsa Spanyol yang pertama kali berlabuh dan mendarat di Pulau Tidore pada Tahun 1521 itu, dinilai diabaikan oleh Pemerintah Kota Tikep maupun pihak-pihak terkait.

Pasalnya, pada momen kedatangan Kapal Replika, Juan Sebastian de Elkano, tiba di perairan Pulau Tidore, Sabtu (27/3/2021), akhir pekan kemarin yang disambut dengan meriah. Tuguh tersebut sama sekali tidak didatangi, baik pihak pemerintah, kesultanan maupun para rombongan kapal tersebut.

Kehadiran Kapal Repilika ini hanya menapaki perairan Tanjung Mareku dan terakhir berlabuh di perairan pantai Tugulufa. Sementara Pelabuhan Rum dilewati begitu saja, tanpa ada arakan atau bunyian penghormatan dari kapal Elcano.

Warga pun mempertanyakan monumen tersebut. Apakah, Juan Sebastian de Elkano bersama kawan-kawan pertama berlabuh di seputaran Monumen yang berada di bibir pantai itu, atau di Tanjung Mareku.

“Ini adalah bembelotan sejarah,” kata Iswan Wahab, Pemuda Rum.

Menanggapi hal ini pihak akademisi, Irfan Ahmad, dosen pada Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unkhair Ternate mengemukakan, monumen yang ada di Rum itu dibangun pada tahun 1993 saat kunjungan kapal angkatan laut Spanyol bersama kedutaan Spanyol sehingga diabadikan sebagai tempat pendaratan versi Spanyol.

“Pihak Spanyol tentu memiliki alasan kuat mengapa monumen itu dibangun di Rum,” kata Irfan, Senin (29/3/2021).

Lanjut Irfan, dalam catatan sejarah yang ditulis oleh pria asal Genoa Italia, Antonio Pigafetta sebagai juru tulis dalam rombongan Sebastian de Elcano. Rum saat itu, secara administrasi masuk wilayah Mareku. Kawasan administrasi kerajaan tidak menyebutkan Rum tetapi Mareku.

Titik koordinat pendaratan tidak disampaikan secara detail dalam narasi yang ditulis oleh Antonio Pigafetta. Akan tetapi, kata Irfan, saat rombongan Sebastian de Elcano itu datang di Tidore pada 1521 itu, tertulis dengan tegas bahwa rombongan Spanyol itu berlabuh di depan Tidore dan sehari setelah itu Sultan Tidore, Al Mansyur menyambut kedatangan Spanyol.

“Jadi, 8 November 1521 itu, Spanyol berlabuh di titik yang saat ini masuk wilayah administrasi Rum. Tapi administrasi Rum ini kan baru terbentuk. Rum juga baru terbentuk di abad 17. Jauh sebelumnya, kawasan itu masuk Mareku,” ungkap Irfan.

Saking besarnya kawasan Mareku, sangaji (wilayah taklukan) kemudian dibagi menjadi dua yaitu sangaji Laho dan sangaji Laisa. Wilayah administrasi Mareku sangat besar karena kerajaan ada di Mareku saat itu. Belakangan, pemerintah menetapkan monumen itu masuk dalam kawasan administrasi Rum.

“Jadi kalo Rum komplain bahwa kapal itu pertama di Rum juga benar karena wilayah itu sekarang masuk administrasi Rum. Kalau orang Mareku komplain bahwa masuk wilayah Mareku juga benar karena saat itu memang wilayah Mareku. Dua-dua benar, cuma satu pakai adiministrasi terbaru dan satu pakai administrasi tradisional. Dua dua ini sah,” jelasnya.

Pertanyaan kemudian, menurut Irfan mengapa perayaan kapal replika itu dilakukan di Tugulufa. Seharusnya, pemerintah memberikan penjelasan yang kongkrit dan ilmiah terkait dengan penempatan lokasi di Tugulufa. Tentu pemerintah punya alasan tersendiri, namun kalau dilihat dari fakta historis dan data sejarah maka hal itu ada di Mareku yang saat ini menjadi wilayah administrasi Rum.

Menurut Irfan, kapal tersebut masuk ke Tidore sebanyak dua kali. Sehingga harus bisa bedakan berlabuh dan mendarat. Saat itu pada 8 November 1521, kapal yang dinahkodai Juan Sebastian de Elcano itu berlabuh di lokasi yang saat ini menjadi tugu atau monumen di kelurahan Rum karena perairan di situ sangat tenang.

Saat itu, setiap tamu dari berbagai negara, tidak bisa langsung berlabu di perairan Istana atau Kedaton. Bisa berbahaya jika tidak ada izin dari pihak kesultanan. Meskipun alat perang dari bangsa asing ini cukup kuat.

Di tanggal 8 November 1521 itu, Sultan Al Mansyur sudah mengetahui ada kapal asing yang berlabuh di teluk atau tanjung Mareku yang saat ini masuk Kelurahan Rum. Pada 9 November 1521, kapal Spanyol itu di undang oleh pihak kerajaan dan diminta masuk ke perairan istana atau kedaton yang ada di Mareku ketika itu.

“Jadi ada dua kali kapal itu masuk. Pertama di tugu atau monumen Rum itu dan kedua masuk di Mareku yang dikenal sebagai Sumpodo,” sebutnya.

Masih menurut Irfan, yang masih kurang adalah perdebatan ilmiah karena saat ini semua masih bertahan dengan tradisi-tradisi lisan. Tapi sejauh ini tidak ada langkah konkrit bahwa jika itu ada di Rum dan Mareku maka mana bukti sejarahnya dan narasi sejarahnya. Hal itu juga harus dijelaskan oleh pemerintah dan pihak kesultanan.

Irfan menegaskan, pembangunan tugu atau monumen Juan Sebastian de Elcano di Rum itu merupakan tanda bahwa kapal tersebut masuk berlabuh pertama kali di Rum. Perairan tenang karena disitu lokasi holl dan laut disitu sangat dalam.

“Jadi berlabuhlah kapal itu di holl yang ada di Kelurahan Rum itu,” tandasnya. (Red)

Musa Abubakar

Reporter: Musa Abubakar

Show More
Back to top button