Yakin H. Robert Nitiyudo Atasi SP CSR
Catatan:
Nophein Kress Ayang, Tokoh Pemuda Adat Kao
SEBELUM MASUK pada managemen Gosowong, saya mulai dengan sedikit cacatan laporan Kementerian Keuangan RI, di mana disampaikan bahwa Dunia Industri Pertambangan Mineral dan Batubara di Indonesia pada tahun 2020, merupakan pemasok kedua terbesar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) setelah Minyak dan Gas Bumi, (Kemenkeu.go.id).
Jika dunia industri Pertambangan Mineral dan Batubara telah menjadi penyangga utama ekonomi bangsa kita, maka sudah seharusnya kesejahteraan Masyarakat yang berada tepat dilingkungan sekitar operasional sebuah perusahaan pertambangan menjadi skala prioritas. Selanjutnya Menurut Dimas Chaidir Adinugroho, “Setiap Perusahaan Pertambangan wajib memiliki Kaidah Good Mining Practice: Kaidah Penambangan yang baik dan turut berkontribusi untuk menaati aturan-aturan yang berlaku.
Ada 6 Aspek sebagai ukuran Kaidah Good Mining Practice: 1. Aspek Perizinan dan Legalitas Perusahaan Tambang. 2. Sistem Eksprolarasi, Study Kelayakan, Eksploitasi, dan Pengolahan Bahan Galian yang Baik dan Terencana. 3. Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). 4. Aspek Lingkungan Hidup. 5. Aspek Hak Asasi Manusia atau Hak-Hak Masyarakat Sekitar. 6. Aspek Penutupan Tambang atau Pasca Tambang yang Berkelanjutan.
Dari catatan singkat di atas, Kita akan membahas Performa Managemen PT Nusa Halmahera Mineral dimulai dari kurun waktu transisi peralihan Saham Newcrest ke PT Indotan Halmahera Bangkit (IHB), satu tahun terakhir ini.
Sepakat ataupun tidak, saya melihat sepertinya PT NHM memiliki dua kebudayaan yang ditampilkan, Pertama: Kebudayaan PT. Indotan Halmahera Bangkit (PT. IHB) yang dengan spektakuler diperankan olah Bpk H. Robert Nitiyudo, suatu budaya yang humanis, komunikatif, transparan dan terukur sosial kemanusiannya.
Sejak PT. IHB bercokol di Gosowong Stigma buruk tentang PT. NHM, di mata khalayak ramai dan khususnya masyarakat Lingkar Tambang mulai redup. Sebaliknya masyarakat skala Provinsi Maluku Utara memberikan apresiasi atas program kemanusiaan yang dilakukankannya, baik dalam menghadapi ancaman Covid 19 maupun kaitannya dengan pemberian santunan pada berbagai lapisan masyarakat.
Sementara kebijakan yang diambil pada internal Perusahaan PT. NHM Gosowong (in site stakeholders), ada gebrakan supporting yang luar biasa kepada karyawan dalam bentuk pemberian bonus produksi dengan jumlah puluhan Milyar dibagi sesuai ketentuan yang disepakati, hal itu belum pernah dilakukan oleh Newcrest sebelumnya, serta pemberian kepercayaan kepada karyawan lokal untuk menduduki jabatan strategi, seperti Manager HRD dan SP/CSR. dan juga ada sejumlah kebijakan lain yang menguntungkan karyawan.
Masyarakat lingkar tambang (out site stakeholders) banyak kebijakan yang telah dibuat: mulai dari memprioritaskan pengembangan adat dan budaya 4 Suku, yang semula oleh Newcrest ditetapkan anggaran 500 juta tiap suku per tahun, sekarang oleh Bpk H. Robert ditetapkan 1 Milyar tiap suku per tahun di tambah 50 juta operasinal pemangkuh Adat per bulan untuk setiap suku. Kenaikan tunjangan honorer guru, kenaikan biaya study mahasiswa, tunjangan pemerintah desa, dan dana santunan bagi masyarakat yang dipandang layak menerimanya dan lainnya.
Secara umum kita dapat melihat selain kebijakan program Kemanusian Bpk H. Robert. SP/CSR memiliki kewajiban untuk meralisasi dana 1% Hak Masyarakat Lingkar Tambang melalui dua Pos Anggaran yaitu PPM dan Dana Suport.
Tampilan Budaya Yang Kedua: mungkin agak berlebihan jika saya mengkalim bahwa Sepertinya Gosowong memiliki terowongan panjang dan gelap, besar dugaan saya terowongan itu masih menghubungkan budaya managemen Gosowong dan Newcrest. Dahulu di zaman Newcrest “conflict of interest” (konflik kepentingan), sudah semacam sindrom, yang diam-diam terpelihara segar.
Tidak ada transparansi dalam beberapa hal, KKN, tidak komunikatif, tidak responsip terhadap stimulan konflik, dll.. entahlah, apakah budaya itu masih terpelihara ataukah tidak, tergantung bagaimana kita mengujinya. Seperti akhir-akhir ini sedang terjadi, misalnya penerimaan tenaga kerja yang diprotes habis-habisan oleh masyarakat lingkar tambang. Pertanyaannya mengapa persoalan itu terjadi? dan terus berulang dari zaman Newcrest seakan-akan masalah penerimaan tenaga kerja dilestarikan seperti budaya? Jika hari ini Manager HRD dan SP adalah karyawan yang didatangkan dari Jakarta, maka tidak ada pertanyaan mengapa ada protes terkait penerimaan tenaga kerja seperti yang terjadi sekarang ini. Dan kerena sekarang ini sudah dipersoalkan masyarakat maka apapun konsekwensinya, Manager HRD dan SP yang jelas memiliki tanggung jawab terhadap persoalan ini.
Zaman Newcrest dahulu, jika ada protes terhadap kebijakan managemen, tidak akan direspons oleh Gosowong sampai ada aksi yang dilakukan masyarakat dan siapapun yang melakukan aksi, dia adalah musuh perusahaan. Budaya yang berbanding terbalik dengan budaya PT. IHB. Bagi Bpk H. Robert Nitiyudo, persoalan apapun jika sudah sampai dikeluhkan oleh masyarakat maka akan ada respons dengan cepat, apalagi hal itu menyangkut kebijakan perusahaan.
Seharusnya menagemen Gosowong khususnya HRD dan SP belajar untuk mengimbangi kecepatan dan akselerasi kebijakan presidir PT NHM, H. Robert Nitiyudo, bisa diambil contoh saat protes guru honorer tahun lalu di kompleks SMU Kao dan berlanjut di Kantor Camat Kao, ketika hal itu terjadi, H. Robert Nitiyudo tidak sedang berada di Gosowong, tetapi di Jakarta dan hanya dalam hitungan jam, setelah terkonfirmasi langsung bergegas datang menyelesaikan persoalan. Apa yang bisa ditangkap oleh managemen Gosowong dari kepedulian H. Robert Nitiyudo yang terukur ini.?
Akhirnya menjadi Suatu Pekerjaan berat bagi Bpk H. Robert Nitiyudo agar mampu menerangi kabut kelam budaya Newcrest yang tersisah di Gosowong. Dan bagi masyarakat lingkar tambang, diharapkan agar kita bersabar karna bagaimanapun H. Robert Nitiyudo tidak akan pernah membiarkan satupun masalah yang dikeluhkan dan tidak diselesaikan. (*)