Pulau Mangoli Dalam Cengkeraman Kapitalisme Global

Penulis: Sahrul Takim,
Dosen STAI Babussalam Maluku Utara
MASYARAKAT SULA kini di kagetkan dengan beberapa izin usaha pengoperasian perusahaan tambang yang akan di beroperasi di wilayah pulau mangoli
Hal ini diluar dugaan masyarakat kabupaten kepulauan Sula secara umum dan masyarakat Mangoli khususnya dengan begitu kita masyarakat tidak bisa berbuat apa-apa,
Dengan begitu kita tetap harus menolak perusahaan yang akan nanti beroperasi di dataran pulau mangoli
Sahrul Takim, menilai pemerintah daerah tidak ambil pusing denga apa yang akan terjadi setelah perusahan masuk dan menguras habis hasil alam kita
Mari kita sama sama menolak perusahaan asing yang akan mengambil hasil alam.dan memperkaya diri mereka
Namun yang kita dapat adalah kemiskinan kesengsaraan dan bencana alam yang setiap saat mengancam keselamatan masyarakat Sula
Undang-Undang dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pengaturan berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 telah menimbulkan konsep penguasaan oleh negana,
Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu, arti dikuasai oleh negara” menunjuk kepada tindakan hukum publik dalam hal ini tindakan pemerintahan.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan negara dari aspek wewenang Pemerintah secara tegas telah diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Tentu saja dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan terkait pula dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UUD 1945.
Pengaturan dalam UUD 1945 bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan yang merupakan tindakan hukum publik dalam tindakan pemerintahan dilakukan oleh tingkatan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah.
Dalam hal ini pengaturan penyelenggaraan urusan pemerintahan di tingkat pusat (Pasal 4) dan pada tingkatan penyelenggaraan pemerintahan, maka penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut pula dilaksanakan di daerah oleh pemerintahan daerah (Pasal 18)
Penekanan adanya hubungan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dapat dilihat dalam rumusan Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 yakni:
Terkait dengan itu, penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 juga merupakan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Hal ini berarti, wewenang daerah dalam bidang perizinan pengelolaan sumber daya alam memiliki dasar konstitusionalitas sebagaimana diatur dalam Pasal 4, Pasal 18 dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lebih lanjut diperlukan adanya pengaturan pola pembagian wewenang sebagai bagian dari pembagian kekuasaan negara.
Sehingga pemerintah daerah juga memiliki wewenang dalam kaitannya dengan makna kata dikuasai oleh negara. Itu berarti penyelenggaraan wewenang perizinan dalam pengelolaan sumber daya alam termasuk pertambangan emas juga merupakan wewenang daerah.
Pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang dikategorikan sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan, maka pengelolaannya harus dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.
Pengaturan pertambangan di Indonesia saat ini diatur dalam 3 (tiga) jenis, antara lain Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, Pertambangan Panas Bumi dan Pertambangan Mineral dan Batubara. Ketiga jenis pertambangan ini diatur pula dengan undang-undang tersendiri,
Yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Minyak Bumi dan Gas Bumi, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Jenis-jenis pertambangan mineral dan batubara ini dikuasai oleh Negara sebagai perwujudan Pasal 33 UUD 1945. Dalam perkembangannya setelah adanya tuntutan otonomi daerah, kewenangan pertambangan diserahkan kepada daerah sesuai dengan batasan wilayah kewenangannya.
Wilayah pertambangan yang dikelola dan merupakan wewenang Pemerintah pada wilayah pertambangan yang berada pada lintas wilayah provinsi; kewenangan provinsi pada wilayah pertambangan yang berada pada lintas kabupaten/kota, sedangkan kabupaten/kota pada wilayah pertambangan dalam wilayahnya.
Dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara harus memperoleh izin usaha pengelolaan yang dikeluarkan oleh Menteri, Gubernur maupun Bupati/Walikota sesuai wilayah kewenangannya. Izin usaha pengelolaan pertambangan mineral dan batubara antara lain:
Izin Usaha Pengelolaan (IUP) yang terdiri dari IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi
Izin Pertambangan Rakyat (IPR)
Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)
Wilayah pertambangan di Indonesia seringkali menimbulkan berbagai permasalahan yuridis dalam kaitan lokasi yang berkaitan pula dengan hak petuanan masyarakat hukum adat.
Tak jarang berbagai pengelolaan sumber daya alam sering menimbulkan konflik dengan masyarakat hukum adat.
Termasuk di dalamnya adalah kepentingan masyarakat hukum adat yang secara langsung telah mendiami wilayah petuanan berdasarkan hak asal usulnya. Rumusan hak asal usul masyarakat hukum adat ini diatur secara jelas dalam Pasal 18 B ayat (2)
Sebab, sejak sebelum adanya Indonesia sebagai sebuah negara, wilayah darat maupun laut di sebuah pulau seperti Tanah Sula sudah ada pemiliknya, yakni orang asli setempat yang disebut sebagai masyarakat adat atau wilayah tanah kesultanan
Buktinya, terdapat 16 Desa di Pulau Mangoli kabupaten kepulauan saat ini masuk dalam Wilayah IUP yang di kuasai oleh
4, Perusahaan Pertambangan yakni PT. Aneka Mineral Utama, PT. Wirabahana Perkasa, PT. Wirabahana Kilau mandiri dan PT. Indotama Mineral Indonesia. Dengan pulau sekecil ini
Saya menilai bahwa perampasan hak-hak rakyat atas tanah, hutan, tambang, wilayah tangkap nelayan, wilayah kelola masyarakat adat dan desa yang terjadi sekarang ini adalah bentuk nyata dari perampasan kedaulatan rakyat.
Bagi Saya perampasan tersebut telah membuat kehilangan tanah yang menjadi sumber kelansungan hidup. Bagi Saya, perampasan tanah dan kemiskinan petani di pulau mangoli akan terjadi
Hemat saya berdasarkan UU nomor 27 tahun 2007 dengan perubahan UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU 27/2007 jo UU 1/2014) pasal 1 angka 3 berbunyi :
Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 KM persegi beserta kesatuan Ekosistemnya. Sedangkan wilayah Pulau Mangoli di Kepulauan Sula mempunyai luas 1.248, 586 kilometer persegi.
Melihat kenyataan tersebut, saya berkesimpulan: Bahwa dasar atau fondasi utama dari pelaksanaan sistem pemerintahan yang tengah dijalankan oleh Gubernur Maluku Utara khususnya pada aspek perekonomian dengan menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) saat ini
Adalah Perampasan Tanah atau Kekayaan Alam yang bakal berjalan dengan cara-cara kekerasan akibat benturan dengan kebudayaan rakyat
Sebab rakyat kita tidak butuh tambang yang merusak masa depan generasinya, kita punya Budaya pertanian ramah lingkungan dan menjamin masa depan generasi.
Olehnya itu tidak ada tawaran lain, saya meminta kepada Gubernur Maluku Utara agar mengevaluasi ulang seluruh izin usaha pertambangan di kepulauan Sula untuk dicabut sebelum merusak masa depan negeri ini.
Saya berkeyakinan jika para pemuda dan rakyat Sula khusus pulau Mangole yang memiliki semangat bersatu untuk masa depan generasi maka persoalan besar atau musibah kemanusiaan yang saat ini Sedang dilegalkan bisa di hindari,
Karena untuk memulihkan hak-hak rakyat dan kekayaan alam yang akan dirampas tersebut harus segera dilaksanakan dengan merebut kesadaran rakyat dan Pembaruan Agraria,
Pembaruan Desa demi Keadilan Ekologis serta bangkit dengan satu pernyataan rakyat menolak hadirnya industry tambang di negeri ini.
Buat Masyarakat Sula Dan jangan tergiur dengan kesejahteraan yang dijanjikan oleh perusahaan Tambang. lalu melupakan Issue Kemerdekaan Agraria dinegeri para kapita, negeri Basanohi.
Berikut data pemukiman 16 Desa Yang masuk daftar WIUP 4 Perusahaan Tambang Yang Akan Beroperasi di Pulau Mangoli:
(1),PT.Aneka Mineral Utama
Desa Wai sakai, Desa Pelita Jaya, Desa Kawata, Desa Naflo, Desa Waitina, Desa Keramat Titdoi, Desa Jere, Desa Mangoli
(2),PT. Wirabahana Perkasa
Desa Paslal dan Desa Baruakol
(3),PT. Wira Bahana Kilau Mandiri
Desa Modapuhi, Desa Trans Modapuhi dan Desa Saniahaya
(4),PT. Indotama Mineral Indonesia
Desa Buya, Desa Johor dan Desa Dofa